Teknik Penyamaran Intelijen (BIN)


Ara-genriset.com - Pada masa sebelum reformasi, Indonesia pernah mengalami masa kejayaan kekuasaan intelijen, saat itu citra intelijen sangat kuat dengan porsi orang tegap, berambut gondrong, mengenakan jaket kulit, pistol dipinggang, membawa HT (Handy Talky) dan tidak lupa mobil toyota Hardtop sebagai kuda besinya. Gambaran ini terus membekas  hingga kini sehingga masyarakat dengan ciri-ciri  diatas pasti akan langsung dicap sebagai intel.

Pertanyaannya, Apakah seorang yang benar-benar berdinas di lembaga intelijen harus seperti ciri-ciri yang disebutkan diatas? tentu tidak. Seorang intelijen justru dituntut untuk terlihat seperti masyarakat biasa. Petugas intelijen yang sudah mengikuti pendidikan intelijen pasti tahu bahwa salah satu pelajaran  dasar sebagai seorang  petugas intelijen adalah cover sebagai penyemarannya.

Seorang intel ketika bertugas harus menggunakan cover, atau harus menyamar. Tujuan penggunaan cover secara prinsip ada 2 hal utama yaitu ketika sedang berdinas seorang petugas intel tidak dicurigai dan bisa diterima oleh target operasi.

Prinsip dasar dalam menentukan cover yang akan digunakan adalah sebagai berikut:

1. Cover harus sesuatu yang dijalani sehari-hari, bisa pekerjaan dan lain-lain. misal menjadi dosen, guru, wartawan, bahkan ekstrim-ekstrimnya menjadi orang gila. Keuntungan menggunakan cover yang sudah ada/sering dilihat masyarakat sehari-hari adalah kita bisa berbaur dan melakukan pengintaian tanpa diketahui identintas sebenarnya (asli).

2. Cover harus konsisten atau berkelanjutan, apa maksudnya? sebagai seorang yang sedang menjalankan misinya untuk mendapatkan informasi buruannya harus sangat seminim mungkin dicurigai, tadi sudah dibahas mengenai cover seperti apa, jika dalam misi memakai cover seorang guru maka harus terus menjadi seperti itu hingga misi selesai, kenapa begitu? jika cover berubah-ubah maka akan menimbulkan kecurigaan target buruannya.

3. Cover harus dilengkapi dengan dokumen jika memang cover tersebut bersifat formal, misal cover menjadi wartawan tentu saja harus dilengkapi dengan kartu pers dan bukti tulisan yang sudah pernah dimuat di media.

4. Cover tidak hanya status tapi juga aksi (cover action). Jika petugas intelijen menggunakan cover sebagai guru tentu harus mengajar. jika sebagai tukang bakso maka harus berdagang selayaknya tukang bakso pada umumnya.

Contoh cover yang sangat mendukung tugas intelijen adalah wartawan, prinsip kerja wartawan sangat mirip dengan petugas intelijen, sama-sama mencari data dan informasi. Bedanya adalah intelijen mencari informasi secara tertutup, wartawan mencari informasi secara terbuka.

Bukan sesuatu yang aneh nan tabu lagi jika lembaga intelijen merekrut wartawan untuk menjadi petugas intelijen. Hal ini akan memudahkan tugas intelijen karena orang tersebut sudah punyak cover/kedok yaitu sebagai wartawan, dan memang wartawan asli. Petugas intelijen yang mempunyai kedok wartawan, apalagi jika memang benar-benar menjadi wartawan media mainstream dan produktif dalam memuat berita, akan sangat sulit diketahui identitas intelijennya.

Memang akan sangat ideal jika lembaga intelijen melakukan spoting terhadap wartawan-wartawan yang mempunyai jiwa nasionalisme dan patriotisme untuk menjadi agen intelijen. Tidak perlu melatih cover, orang tersebut sudah punya cover dan sudah ahli menggali informasi, dan tentu saja tidak dicurigai karena sebelumnya sudah dikenal sebagai wartawan.

Masalah akan menjadi beda jika seorang petugas intelijen, apalagi yang basiknya militer, dilatih teknik jurnaslistik untuk kedok wartawan. Tubuh tegap dan bicara patah-patahnya akan mudah dicurigai, dan tentu saja kemunculan wartawan baru dengan body ala aparat akan menarik perhatian.

Intelijen dan wartawan sama-sama mempunyai tugas mencari informasi, dengan teknik dan tujuan yang berbeda. Kesimpulannya intelijen dan wartawan harus bekerja sesuai dengan kaidah etika profesi dan mentaati undang-undang supaya informasi-informasi tersebut dapat bermanfaat untuk bangsa dan negara tanpa merugikan pihak tertentu

Cover dan Senjata

Sering kali terdengar kisah pada masanya, kisah seseorang melakukan intimidasi kepada orang lain dengan mengatakan dirinya sebagai intel dan tentu saja sambil memamerkan senjata api (senpi). 

Orang awan yang diintimidasi tentu saja akan ketakukan apalagi jika orang tersebut mempunyai catatan kriminalatau sudah pernah melakukan tindakan yang dianggap "melawan negara"

Jika kita cermati sebenarnya hal tersebut justru menunjukan kegagalan seorang intel. Seorang petugas intelijen yang sudah mengikuti pendidikan intelijen tentu mengetahui prinsip dasar intelijen adalah cover (kedok) dalam bertugas. Jadi seorang intel tidak boleh mengatakan dirinya intel. Apalagi menunjukkan senjatanya. Kegagalan paling fatal seorang petugas intelijen adalah ketika dirinya mengaku intel kepada oposisi.


Salah satu keuntungan menggunakan metode intelijen adalah memperoleh informasi dari sumbernya langsung tanpa sumber tersebut sadar bahwa sedang digali informasinya. Informasi yang diberikan oleh sumber secara bebas tentu nilainya lebih akurat daripada yang diberikan oleh sumber dalam keadaan tertekan.

Untuk membuat sumber memberikan informasi secara terbuka maka perlu pendekatan-pendekatan, salah satunya adalah dengan pendekatan yang humanis bukan dengan pendekatan kekuasaan.

Sudah bukan jamannya lagi mencari informasi dengan kekerasan, dengan menunjukkan senjata, selain melanggar HAM hal tersebut juga melanggar kaidah-kaidah intelijen.

Cover dan Wanita (Sexpionage)

Suatu operasi intelijen tidak semata hanya milik kaum pria. Dalam situasi tertentu justru operasi intelijen akan lebih lancar jika melibatkan kaum perempuan. Melibatkan kaum perempuan dalam dunia intelijen diyakini sudah terjadi terjadi sejak waktu yang sangat lama, bahkan dalam cerita klasik Samson dan Delilah hal itu sudah terjadi. Delilah berusaha memikat Samson dan mencari titik lemahnya. Delilah berhasil menemukan titik lemah Samson, yaitu rambut. Akhirnya Samson dapat ditaklukan.

Indonesia sudah melibatkan kaum perempuan dalam masa sebelum kemerdekaan. Soekarno, yang pernah menjadi Presiden RI menjelaskan secara detail peran perempuan. Buku Bung Karno: Penyambung Lidah Rakyat Indonesia, edisi revisi tahun 2007 pada halaman 100 disebutkan sebagai berikut:

“Pelacur adalah mata-mata yang paling baik di dunia. Aku telah membuktikan di Bandung, Dalam keanggotaan PNI di Bandung terdapat 670 orang yang berprofesi demikian dan mereka adalah anggota yang paling setia dan patuh. Kalau menghendaki mata-mata yang hebat, berilah aku seorang pelacur yang baik. Mereka sangat baik dalam tugasnya.

Kau tak dapat membayangkan betapa banyak manfaat yang bisa dilakukan oleh perempuan ini. Pertama, aku dapat menyuruh mereka menggoda polisi Belanda. Apakah ada cara yang lebih baik agar seseorang melalaikan tugasnya selain dengan membuatnya terlibat dalam permainan cinta yang penuh nafsu? Bila aku memerlukan suatu informasi, aku sampaikan kepada anggota pasukanku itu, sambil menunjuk seorang polisi tak jauh dari situ, “Aku perlu rahasia apa saja yang bisa kau peroleh dari dia. Buka lebar-lebar kupingmu.”

Dan betul-betul dia memperolehnya. Polisi-polisi yang tolol ini tidak pernah mengetahui, dari mana datangnya informasi yang kami peroleh. Tak satupun laki-laki anggota partai yang terhormat dan sopan itu dapat nengerjakan tugas ini untukku!”

Pada masa perang, banyak negara sudah melibatkan perempuan dalam dunia intelijen, tentu tidak hanya sebagai agen intelijen tetapi juga sebagai analis. Perempuan mempunyai kelebihan yang tidak dimiliki oleh kaum pria, kaum perempuan lebih tahan dalam kondisi kritis, selain itu kaum perempuan lebih baik dalam menyembunyikan senjata lebih baik (dalam bra), mampu menaklukkan hati kaum pria, tidak mudah dicurigai, dan mudah melakukan penyamaran. Di sisi lain kelemahan kaum perempuan adalah lebih gampang menggunakan perasaan daripada logika.

Saat ini CIA (Central Intelligence Agency) juga sudah banyak melibatkan perempuan dalam tugas intelijen, baik lapangan dan analis. Bangsa Indonesia juga sudah memberikan kesempatan kepada perempuan untuk terlibat dalam dunia intelijen. Sudah banyak perempuan sebagai siswi di Sekolah Tinggi Intelijen Negara yang lulusannya menjadi anggota BIN. Di kepolisian juga sudah banyak perempuan masuk dalam direktorat Intelijen dan Keamanan.

Dunia intelijen bukan hanya milik kaum pria, dunia intelijen juga bisa melibatkan perempuan, tidak semata hanya untuk menarik perhatian pria melalui kecantikannya tetapi terbukti kaum perempuan juga bisa menjadi pelaku intelijen dengan baik.

Contoh Kegagalan dalam Penyamaran

Merujuk pada kasus pembunuhan Munir, dengan diprosesnya petinggi BIN di pengadilan secara tidak langsung menunjukkan bahwa kasus pembunuhan Munir melibatkan organisasi intelijen BIN. Kasus Munir masih diperdebatkan dan dianggap belum selesai oleh beberapa kalangan karena dianggap aktor utamanya belum terungkap.

Berkaitan dengan teknik penyamaran terutama pada penggunaan kedok (cover), banyak masyarakat menduga bahwa Pollycarpus sebagai Pilot Garuda hanyalah cover anggota BIN. Walaupun fakta Polycarpus benar-benar bekerja sebagai pilot senior, tetapi hasil penyelidikan dan fakta persidangan yang membuktikan bahwa Pollycarpus terlibat tidak bisa mematahkan anggapan masyarakat bahwa Pollycarpus adalah anggota BIN yang menyamar sebagai Pilot Garuda.

Operasi intelijen sering kali memang membawa konsekuensi yang sangat berat. Petugas intelijen diharapkan dapat menggunakan teknik-teknik klandestin dengan baik, terlatih, dan cermat supaya kegagalan-kegagalan operasi intelijen dapat dicegah.

Temukan artikel atau berita tentang keamanan siber lainnya disini, Bagikan artikel ini jika dirasa perlu, ikuti kami di Blogger dan LinkedIn, terima kasih.

Stanislus Riyanta. http://jurnalintelijen.net/2015/07/06/teknik-penyamaran-dalam-klandestin/. Diakses pada 11 Desember 2022.

Postingan Komentar

Lebih baru Lebih lama